Text
Aturan Daerah dan Tenure Masyarakat Adat : studi kasus di Palopo, Donggala, Tanah Datar dan Pesisir Selatan
Dari sentralisasi ke desentralisasi atau juga dikenal kewenangan terpusat menjadi kewenangan terdistribusi antara pusat dan daerah. Di satu sisi, desentralisasi membawa kewenangan baru bagi daerah tetapi sekaligus membawa persoalan baru. Dengan harapan mendekatkan pemerintah dengan rakyat, desentralisasi juga berkelebat menjadi huru hara memburu pendapatan baru yang Nampak dalam kebijakan pengerukan yang hampir-hampir tanpa kontrol terhadap sumber daya alam.
Di sisi lain, dampak kebijakan itu tentu saja membuat kelompok masyarakat yang dianggap tidak memiliki hak tersingkir dari perebutan sumber daya alam. Mereka adalah masyarakat adat yang sejak lama dianggap “tidak ada” lewat kebijakan yang memasung hak dan bahkan kriminalisasi sejak jaman Kolonial Belanda.
Buku ini merupakan hasil penelitian dari tiga wilayah, yaitu Pertama, Latuppa, Kota Palopo, Sulawesi Selatan terkait sistem tenurial, pengaruh dan dampak sistem tenurial, dan pengaruh kebijakan daerah terhadap sistem tenurial di kawasan hutan masyarakat adat Latuppa.
Kedua, Nagari Guguk Malalo, Kabupaten Tanah Datar dan Nagari Kambang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat terkait keresehan, kecemasan, dan kekecewaan mereka ketika berbicara tentang hutan yang ada di Nagari masing-masing.
Ketiga, Ngata Tuva, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah terkait penetapan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) maupun Hutan Lindung Gawalise dilakukan tanpa sosialisasi dengan masyarakat hukum adat To Sinduru.
Tidak tersedia versi lain