Text
Profil Masyarakat Hukum Adat Marga Pembarap dan Bathin VIII di Provinsi Jambi : inventarisasi MHA dan kearifan lokal yang terkait PPLH
Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang tersebar di Kepulauan Nusantara sejak dahulu memiliki pengetahuan dan mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil adaptasi dan pengalaman dalam mengelola lingkungan dan sumber daya alamnya.
Bentuk-bentuk kearifan lingkungan tercermin dari bentuk pola pemanfaatan ruang di suatau wilayah masyarakat adat. Dimana ruang dibagi-bagi berdasakan aturan adat, nilai religious, dan etika sosial, pemenuhan ekonomi masyarakat maupun pemenuhan daya dukung lingkungan. Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan (rohani dan jasmani) yang memberikan daya tahan dan daya tumbuh bagi komunitas tersebut.
Dengan kearifan tradisional yang diperoleh dari pengalaman empirik berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun mengelola sumber daya hayati dan lingkungannya. Kearifan tradisional merupakan suatu pengetahuan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Tidak ada pendidikan atau pelatihan untuk meneruskan keahlian kearifan tradisional. Kearifan tersebut hanya terpeliharan dan tumbuh dalam masyarakat itu sendiri, namun disinilah permasalahannya. Perkembangan informasi atau pengetahuan dari luar maupun desakan dari luar dapat saja melunturkan pengetahuan kearifan tradisional.
Sehingga lambat laut pengetahuan ini hanya ada diingat kaum tetua adat dan tidak lagi menjadi landasan hidup di masyarakat. Dan sangat mungkin di generasi mendatang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup tidak memperhatikan lagi kearifan tradisional tersebut.
Berangkat dari hal diatas, Buku Profil Masyarakat Hukum Adat Marga Pembarap dan Bathin VIII di Propinsi Jambi ini disusun berdasarkan hasil kajian dan proses inventarisasi langsung di lapangan yang bertujuan untuk mengenai status dan keberadaan MHA sebagai jaminan dan eksistensi secara keberlanjutan.
Disadari bahwa dalam penyajian buku ini masih banyak kekurangan, namun demikian dengan itikad baik untuk dapat memberikan sumbangsih bagi perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih baik di Indonesia, dan kami berharap MHA dapat segera diakui keberadaannya di Indonesia.
B01409/23 | 390/Pro | My Library | Available |
No other version available