Text
Perkembangan Bisnis dan HAM di Indonesia
Hampir delapan tahun sejak Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan Prinsip prinsip Panduan Relasi Bisnis dan HAM (Guiding Principles on Business and Human Rights) pada 16 Juni 2011. sebagai upaya mengakomodasi prinsip-prinsip HAM terhadap aktivitas bisnis perusahaan. Namun hingga hari ini, penerapan prinsip-prinsip tersebut masih sangat lambat, yang artinya berbagai upaya yang diinisiasi baik oleh Negara atau pun organ masyarakat sipil dalam mempromosikan isu bisnis dan HAM belum mampu melahirkan spectrum ampuh agar prinsip ini dijalankan secara paripurna oleh perusahaan. Jikalau dicermati, prinsip- prinsip panduan mengenal Bisnis dan HAM dikembangkan melalui proses polisentris yang melibatkan perwakilan negara, bisnis, dan masyarakat sipil. Tata kelola polisentrik menunjukkan multi-dimensi dari konsep tersebut. Tata kelola ini menggambarkan dimensi tentang hubungan multi-aktor, lintas-tingkat dan sektoral diantara fungsi yang saling terkait dalam rangka menyelesaikan koordinasi dan konflik untuk berbagai tujuan. Pada saat pengesahan Prinsip-prinsip Panduan, John Ruggie menjelaskan bahwa pengembangan sistem terpadu dan polisentrik secara agregat dapat menghasilkan kerangka kerja yang koheren untuk pengaturan perilaku korporasi yang berdampak pada hak asasi manusia.
Pendekatan tersebut merupakan tata kelola baru (new governance theory) yang disandarkan pada premis bahwa negara tidak dapat merespon semua permasalahan-permasalahan dan tantangan-tantangan sosial secara sendiri sehingga perlu melibatkan aktor aktor lain untuk meningkatkan kapasitasnya. Oleh karena itu, regulasi responsif, kerjasama informal, kemitraan publik-swasta, dan proses multi pihak dapat menjadi instrumentasi untuk menjawab permasalahan dan tantangan bisnis dan hak asasi manusia.
Tidak tersedia versi lain