Text
Hak Masyarakat Atas Tanah dan Sumber Daya Alam dalam Strategi REDD+ : tinjauan atas teks SRAP di Provinsi Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, dan Sumatera Barat terkait hak masyarakat adat dan lokal
Bagi HuMa hak masyarakat adalah satu komponen penting yang harus dipastikan dalam semua program kehutanan atau mitigasi perubahan iklim yang melihat hutan dalam pendekatan karbon dan kontribusinya kepada penurunan gas rumah kaca. Pendekatan hak ini digunakan untuk memastikan keamanan tenure masyarakat adat/local atas hutannya.
Pada tahun 2012, pemerintah pusat melaui satgas REDD+ mengundang sebelas provinsi untuk menyusun Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP) untuk menjalankan REDD+, tiga diantaranya adalah Provinsi Sumater Barat, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur.
Keterlibatan organisasi masyarakat sipil daerah di tiga provinsi ini telah mewarnai proses penyusunan dan isi SRAP secara signifikan, di mana isu-isu terkait hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam (SDA) menjadi bagian integral dari strategi untuk menjalankan REDD+. Hal ini menjadikan tahap implementasi sebagai tantangan berat selanjutnya.
Untuk mengawali refleksi dan diskusi mengenai hal ini HuMa melakukan analisis terhadap dokumen SRAP REDD+ di Sumater Barat, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur dari kaca mata hak masyarakat atas tanah dan SDA. Harapannya studi ini dapat berkontribusi pada diskusi yang lebih dalam tentang pengamanan hak masyarakat atas tanah dan SDA dalam proses REDD+ serta pada wacana pembaruan hukum SDA yang lebih luas.
Hasil studi awal yang dituangkan dalam buku 65 halaman ini ditulis tahun 2013 oleh Bernadinus Steni salah satu anggota HuMa. Bahasan pokoknya adalah strategi dan rencana aksi REDD+ di 3 provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur dan Sumatera Barat dengan bahasan Konteks sosial dan ekonomi; analisis atas penyebab deforestasi; strategi SRAP dan status hak masyarakat adat atas tanah dengan diakhiri kesimpulam umu dan rekomendasi dari setiap bahasan per provinsi.
Tanpa dukungan kelembagaan, Nagari akan tetap mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan izin yang merusak. Apalagi izin tersebut merupakan bagian dari ongkos politik lokal. Dalam kaitannya dengan politik, Nagari pun telah terseret ke dalam pertarungan politik lokal. SRAP belum melihat persoalan ini sebagai faktor yang memperlemah Nagari dan sekaligus mengancam kelestarian hutan.
Pendekatan hak ini digunakan untuk memastikan keamanan tenure masyarakat adat/lokal atas hutannya. Bagi HuMa, hak masyarakat adalah satu komponen penting yang harus dipastikan dalam semua program-program kehutanan atau mitigasi perubahan iklim yang melihat hutan dalam pendekatan karbon dan kontribusinya kepada penurunan gas rumah kaca.
Pada tahun 2012, pemerintah pusat melalui Satgas REDD+ mengundang 11 provinsi untuk menyusun SRAP untuk menjalankan REDD+, tiga di antaranya, Provinsi Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Timur yang menjadi fokus studi ini.
Tidak tersedia versi lain