Text
Dari Ladang Sampai Kabinet : menggugat nasib petani
PARA petani (gurem) kita rasanya termasuk kelompok yang berkubang dalam kemiskinan alamiah sekaligus "kemiskinan struktural". Mereka ter- pojok akibat distribusi dan pengelolaan sumber daya alam yang tidak bisa mendukung kehidupannya. Karenanya, sekaligus juga tersisih dari proses pembangunan sehingga hanya sedikit menerima pembagian kue pembangun- an tersebut. Bahkan ada yang nyaris tak menerima bagian sama sekali.
MEMANG tidak salah, dan tidak ada yang bisa disalahkan Selera, bisnis dan patriotisme sering bersimpang jalan. Kegemaran mengkonsumsi buah impor pun tidak serta-merta muncul pada diri seseorang. Bisa jadi itu merupakan "pelarian" setelah sekian kali dikecewakan. Ada yang bilang, membeli mangga arumanis Probolinggo pada 10 tempat rasanya pun 10 macam. Membeli langsat di Singosari ternyata rasanya bermacam-macam, tidak semua sesuai dengan rasa yang dicicipi saat akan membeli Ada yang manis, ada yang setengah manis, bahkan ada yang masam. Sernuanya tercampur dalam satu tas kresek berisi lima kilogram. Artinya pedagang yang bersangkutan sudah kurang jujur kepada pembeli.
Membaca keseluruhan buku Menggugat Nasib Petani ini, terasa betapa perjalanan bangsa kita masih akan sangat jauh. Bukan hanya kalau dibandingkan dengan Eropa, AS dan Jepang; melainkan juga Malaysia, Thailand, bahkan juga Vietnam.
Tidak tersedia versi lain