Text
Atas Nama Pendidikan : terkuburnya hak-hak petani pagilaran atas tanah
Rentetan panjang sejarah penindasan terhadap petani tak kunjung usai. Sejak awal berdirinya di zaman kolonial, perkebunan sengaja diciptakan untuk membuat jurang pemisah yang dalam antara pemilik atau pengusaha perkebunan dengan masyarakat-petani yang hidup di sekitarnya. Kehidupan yang terpisah antara ppejabat-pejabat di lingkungan perkebunan menunjukkan diskriminasi yang semakin nyata di segala bidang. Para petani sebagai sosok pembuka tanah pertama kali, dipaksa untuk menjadi buruh perkebunan dan tinggal di emplasemen tinggalan kolonial. Sementara perkebunan menerapkan berbagai siasat untuk membuat petani semakin tergantung pada perkebunan.
There's no reform without willing. Tak ada niat sedikitpun dari penguasa untuk menghapuskan perkebunan, meski akibat buruk dan perkebunan telah nyata-nyata dirasakan. Bagi petani, kemiskinan seolah menjadi warisan berkelanjutan sejak adanya perkebunan. Bagi petani Pagilaran, sejarah penindasan terus berulang. Mereka ditindas oleh Belanda, Jepang, dan bangasanya sendiri lewat PT Pagilaran-Universitas Gajah Mada (UGM). Sungguh tragis. Kapan penindasan ini akan berakhir? Tergantung UGM? Negara? Ornop? Pengusaha? Polisi? Mahasiswa? Atau petani sendiri?
Tidak tersedia versi lain