Text
Otonomi Sumberdaya Hutan (Prosiding Pertemuan Reguler V Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat, Bandar Lampung 23-25 Januari 2001)
Otonomi Daerah (Otda) yang mulai diberlakukan di awal tahun 2001 Ini telah menimbulkan silang-pendapat baru di tingkat daerah otonom. Bisa dipastikan bahwa silang-pendapat tersebut juga dialami oleh sektor kehutanan (dikenal dengan sebutan otonomi sumberdaya hutan Otda SDH), yang dinilai pemerintah daerah masih akan menjadi sektor andalan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pertama, bahwa Otda masih diyakini oleh banyak pihak akan menjadi salah satu cara yang efektif untuk meyelesaikan berbagai masalah sumberdaya hutan yang bertumpuk dan tidak terselesaikan oleh sistem pengelolaan hutan yang sentralistik seperti yang dilakukan selama ini oleh pemerintah. Indikator bahwa pemerintah pusat tidak memahami kepentingan masyarakat, masyarakat adat, dan pemerintah daerah terhadap aset sumberdaya hutan, sehingga me munculkan konflik horisontal dan vertikal semakin tajam adalah satu contoh nyata yang hingga sekarang tak terselesaikan.
Kedua, banyak pihak khawatir dan rasa pesimistis muncul dari para ekonom dan ahli politik bahwa pelaksanaan kewenangan otonomi daerah secara umum akan memunculkan konflik baru di daerah. Alasan yang diajukan karena pemberdayaan dan demokrasi di tingkat masyarakat belum dipersiapkan secara sistematis. Sebagian besar daerah dan eksekutif daerah umumnya mempersoalkan penggelembungan pendapatan asli daerah sendiri (PADs) dan dengan demikian energi yang dimanfaatkan adalah pengurasan sumberdaya alam, termasuk di dalamya semakin mempercepat kerusakan sumberdaya alam di daerah. Buku ini yang disusun berdasarkan hasil diskusi penggiat Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) di daerah setidaknya akan memberi wawasan baru pembaca tentang langkah-langkah spesifik yang perlu dipersiapkan menuju desentralisasi sumberdaya hutan.
Tidak tersedia versi lain